Archangel – part 7

Archangel – Part 7

Main cast :

Kim Ki bum [Key] | Min Hye ri | Choi Minho

Supporting cast :

Lee Jinki [Onew] | Kim Ae ri | Nicole [KARA]

Author             : Song Eun cha

Length             : SEQUEL

Genre              : Romance, family, Friendship

Beta Reader    : Onnes

Rating             : PG 15

Hye ri masih diam, ia tidak tahu apa yang harus dikatakan pada Key karena sepertinya namja itu sedang marah.

“Kurasa kau salah faham Key, aku…”

“Kurasa aku pun perlu sebuah kejelasan apa aku bisa melanjutkan langkahku atau tidak.”

“Apa?” Hye ri menyipitkan matanya, memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

Sementara Key menatap jendela yang ada di sampingnya, berusaha menghindari mata Hye ri.

Entah mengapa kelakuan Key itu membuat Hye ri terganggu, ia tidak suka jika orang lain menyalahkan Minho atau melibatkan Minho dalam suatu masalah yang bahkan ia sendiri tidak mengerti.

Apa yang salah dengan Minho? Hanya itu yang ada dalam pikiran Hye ri saat itu.

Tak ada seorangpun yang boleh membawa nama Minho dalam masalah.

Hye ri memalingkan wajahnya sekilas kemudian memperhatikan kertas-kertas yang berserakan di atas meja.

Dengan cepat ia merapikan kertas-kertas itu dan memasukkannya ke dalam map biru.

Key masih memandang ke luar jendela meskipun ekor matanya menangkap apa yang tengah dilakukan Hye ri.

“Kau akan meninggalkanku lagi seperti waktu itu? Meninggalkan atasanmu sebelum kita selesai membahas pekerjaan?”

Ouch!

Key menyadari ucapannya itu sangat menusuk bagi Hye ri, tapi ia benci dengan cara yeoja itu menghindarinya.

Hye ri berhenti merapikan barang-barangnya dan menatap Key kesal.

“Kita bahkan tidak sedang membicarakan soal pekerjaan sajangnim, kurasa kita akan membahas pekerjaan lain waktu. Annyeonghaseyo.”

Hye ri membungkukkan badannya sedikit, kedua tangannya dengan cepat meraih map biru dan tas tangannya kemudian pergi meninggalkan Key.

Sama seperti apa yang pernah ia lakukan.

Key diam, ia hanya menatap punggung Hye ri.

Ingin sekali ia mengejar Hye ri dan mencegah yeoja itu pergi dari hadapannya, tapi seluruh alat geraknya tidak bisa merespon perintah dari otak.

Key terus memandangi punggung Hye ri hingga yeoja itu benar-benar menghilang di balik pintu kaca café.

Key tersenyum hambar, ia baru saja melakukan kesalahan lagi.

***

Jinki meraih bunga Lili putih yang ada di sampingnya, melihat-lihat bunga itu seolah ia mengerti apa bunga itu masih segar atau tidak.

Tentu saja tampilannya masih sangat bagus, tapi tetap saja Jinki tidak mengerti apa bunga itu indah atau tidak.

“Oh! aku ambil yang ini ahjumma.” Jinki segera menaruh bunga Lili yang dipegangnya kemudian meraih bunga berwarna kuning yang ada di samping tempat bunga Lili tadi.

Jinki nyaris berlari setelah memberikan beberapa lembar won pada ahjumma penjual bunga saat yeoja yang daritadi diikutinya berbalik.

“Oh! ngomong-ngomong ini bunga apa ahjumma?” dengan cepat Jinki mengurungkan langkahnya.

“Itu Azalea kuning, jarang sekali orang yang menyukai bunga itu. Yeah! Hanya beberapa orang saja, kau akan menamui pacarmu di sini?” tanya ahjumma berbaju coklat itu , ia mengenakan topi lebar bermotif bunga.

“Eh?”

“Sudah 12 tahun aku berjualan di sini, biasanya yang membeli bunga ini hanyalah namja yang menengok kekasihnya di sini.” Terang ahjumma itu, tangannya sibuk mengambil beberapa jenis bunga yang ditunjuk pembeli lain.

“Oh! kurasa ada yeoja yang membeli bunga ini untuk kekasihnya di sini.” Tambah ahjumma itu lagi.

Jinki mengernyitkan dahinya, ia terus menyimak apa yang diucapkan ahjumma penjual bunga tapi ekor matanya tetap memantau yeoja yang berdiri beberapa meter di sampingnya.

Jinjjayo?” Jinki menatap bunga kuning di tangannya.

“Itu dia, kasihan sekali yeoja itu.” Ahjumma penjual bunga menunjuk seseorang di hadapannya.

Mata Jinki dengan cepat mengikuti arah tangan ahjumma penjual bunga.

Didapatinya yeoja dengan jumper suit merah selutut bermotif bunga yang sedari tadi diikutinya, yeoja itu menggenggam bunga yang sama dengan yang dipegang Jinki.

“Kekasihnya di sini?” tanya Jinki penasaran.

Maja! Dia hampir setiap hari mengunjungi tempat ini dan membeli Azalea kuning untuk kekasihnya. Kurasa ia belum bisa melupakan kekasihnya itu.” Wajah ahjumma penjual bunga menunjukkan rasa iba yang sangat besar.

“Sudah berapa lama kekasihnya meninggal?” tanya Jinki lagi.

“Tiga tahun dan sekian… kurasa.” Ahjumma itu kembali pada bunga-bunga dagangannya.

Kamshahamnida.” Jinki membungkukkan tubuhnya, kemudian segera pergi saat yeoja bernama Min Hye ri yang sedari tadi diikutinya beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju komplek pemakaman.

Jinki menyembunyikan tubuhnya di balik nisan seseorang tak jauh dari tempat Hye ri berdiri saat ini.

Ia terus menyimak apa yang dibicarakan Hye ri pada nisan di hadapannya.

“Menurutmu aku mempermainkannya?” tanya Hye ri lagi.

“Apa aku harus bercerita tentangmu padanya?”

“Sungguh! Aku tidak bermaksud membuatnya marah Choi Minho.”

Jinki menyipitkan matanya, memasang telinganya tajam saat Hye ri menyebutkan satu nama.

Lama Jinki bersembunyi di balik nisan, menyimak apa yang dibicarakan Hye ri dengan nisan kekasihnya itu.

Hingga akhirnya Hye ri menaruh azalea kuning nya di nisan Minho dan berbalik.

“Oh! kau?” Hye ri terkejut saat ia tiba-tiba mendapati namja yang pernah menabraknya di koridor toilet beberapa waktu lalu.

Jinki sempat mengutuki dirinya yang mengambil keputusan terlalu cepat dengan melangkah saat Hye ri baru saja berbalik, tapi ia memang pandai mengelabui orang.

Ia pura-pura terkejut melihat Hye ri “Oh! kebetulan sekali, annyeonghaseyo.” Jinki membungkukkan tubuhnya yang diikuti oleh Hye ri.

“Menengok seseorang?” tanya Hye ri, ia berusaha menengok nama yang tertulis di nisan di samping Jinki.

“Oh! ne, aku menengok.. hemm… kerabatku.” Jawab Jinki asal, ia tidak berbohong dengan membawa-bawa anggota keluarganya.

“Ah! Geurayo.” Hye ri mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Kau juga? Siapa yang kau kunjungi?” tanya Jinki, ia ingin tahu apakah Hye ri akan menyembunyikan identitas kekasihnya itu pada Jinki yang belum dikenalnya.

“Oh! aku… kekasihku.”

Deg!

Jinki terperanjat, ia tidak menyangka bahwa Hye ri akan berkata jujur tentang kekasihnya itu.

Well, satu yang kini Jinki sadari. She is not full of things, setidaknya pada Jinki.

“Oh! Mianhaeyo.”

Gwaencanhayo.” Hye ri melempar senyum ke arah Jinki, meskipun begitu Jinki bisa melihat wajah yang dipaksakan tegar itu.

“Jyaa! Sepertinya aku harus pulang.” Ucap Jinki , kemudian menaruh azalea kuning di nisan yang sedari tadi dijadikannya tempat bersembunyi.

“Sampai jumpa.” Jinki mengedipkan satu matanya pada Hye ri kemudian meninggalkan Hye ri sebelum yeoja itu bertanya terlalu banyak tentang dirinya.

Setengah berlari Jinki kembali memasuki komplek pemakaman, ia berjalan ringan setelah melihat nisan di mana beberapa menit yang lalu Hye ri berdiri dan bercerita banyak.

Azalea kuning yang segar masih terpajang rapi di nisan itu.

Perlahan Jinki mendekati nisan itu, membaca nama yang tertera di sana- Choi Minho.

“Ternyata benar itu kau.” Gumam Jinki saat ia melihat foto yang tertempel di nisan, wajah yang sama dengan yang ia lihat di ponsel Hye ri.

***

Key mendesah ringan, dibalikkannya lagi bantal yang ia gunakan untuk tidur.

Tapi itu tidak membuatnya lebih baik, ia malah merasa lebih buruk dari sebelumnya.

“Aish!” lagi-lagi ia mendesah dan mengutuki perasaannya sendiri.

Pertama, mana bisa ia jatuh cinta dengan yeoja yang sudah jelas-jelas punya pacar?

Dan yang kedua ia masih berani mengajak yeoja itu berkencan.

Oh! dan masih ada yang ketiga, kemarin Key sangat sukses membuat pertengkaran antara mereka.

Key bangkit dan duduk di ranjangnya, mengacak rambutnya sambil terus mengumpat.

Ia meraih ponsel layar sentuhnya yang tergeletak di meja kecil di samping ranjangnya.

Jam di ponselnya sudah menunjukkan jam 1 malam, ingin sekali menekan tombol 9 dan meminta maaf pada seseorang di seberang sana.

Ponsel itu ditaruhnya lagi ke atas meja, kini Key berjalan mondar-mandir di depan ranjangnya.

Lama Key terdiam, kini ia duduk di kursi kerjanya sambil memperhatikan kertas-kertas yang tertempel di dinding di hadapan meja.

Yeah! Semua kertas itu adalah design-design terbaik yang pernah dibuat Hye ri.

Apa yang harus dilakukannya sekarang?

Di satu sisi ia marah karena merasa telah dipermainkan oleh yeoja pertama- kedua- yang membuatnya jatuh cinta.

Tapi di sisi lain ia merasa tidak rela jika benar yeoja itu telah punya pacar dan hubungan mereka masih baik-baik saja.

Sejak ia melihat foto Hye ri bersama seorang namja di rumah Hye ri, di mana Hye ri dengan jelas mengakui bahwa namja itu adalah kekasihnya, semenjak itu pula Key selalu membohongi dirinya.

Ia selalu beranggapan bahwa hubungan Hye ri dan namja itu telah berakhir.

Hye ri tidak pernah membahas tentang kekasihnya itu, ia juga tidak pernah menolak ke manapun Key menjanjikan untuk bertemu dan bahkan ajakan kencan malam itu.

Bahkan jika Key boleh percaya diri, Hye ri itu sangat baik padanya.

Oh! ataukah memang yeoja itu selalu baik pada semua namja?

Berbagai anggapan membuat Key semakin frustasi.

Berkali – kali Key mengetik pesan singkat untuk Hye ri, namun tak ada satupun yang ia kirim. Semuanya ia hapus begitu saja.

Key melirik lagi jam di ponselnya, jam 4 pagi. Baiklah, sepertinya pagi ini ia harus meminta maaf pada Hye ri.

Key tidak bisa menahan perasaannya lagi, ia sudah terlanjur jatuh cinta pada designer perusahaannya itu.

Hye ri dan kekasihnya belum menikah, mungkin tidak ada salahnya jika Key merebut Hye ri.

Tidak ada yang salah sebelum janji suci itu diucapkan.

***

Hye ri masuk  ke ruangan Key setelah ia sempat beradu mulut dengan sang sekretaris.

Tentu saja! sekretaris berambut pirang itu akan selalu memperingatkan Hye ri untuk tetap menjaga jarak hatinya dengan Key.

Hye ri sedang malas membahas tentang Key, apalagi meladeni celotehan Nicole yang isinya selalu sama.

Hye ri duduk di kursi di hadapan Key setelah Key mempersilakannya duduk.

Ragu-ragu Hye ri menatap Key, ia masih merasa canggung setelah kejadian dua hari yang lalu.

Key hanya diam, tak ada lagi sapaan ramah yang biasa diterima Hye ri setiap kali ia bertemu dengan Key.

Beberapa menit hening, Key sibuk melihat-lihat kertas yang disodorkan Hye ri dalam map biru.

Sementara Hye ri meremas ujung rok mini hitamnya.

Geurae, kurasa aku akan membawa design ini ke kantor pusat besok.” Akhirnya Key memecah kesunyian, ia mengacungkan satu kertas yang sudah beberapa minggu ini mereka bahas bersama.

Ne.” jawab Hye ri singkat.

Hye ri ingin sekali meminta maaf atas kejadian tempo hari, tapi sungguh! Ia sangat takut melihat ekspresi datar seperti itu dari Key.

Maka akhirnya Hye ri memutuskan untuk merapikan kertas-kertasnya ke dalam map, kecuali satu kertas yang barusan ditunjuk Key.

“Kalau begitu, aku permisi sajangnim.” Hye ri beranjak dari kursinya.

Ne.” hanya kalimat singkat dari Key yang ia dengar.

Hye ri menatap atasannya itu sebelum ia berbalik. Oh! dan bahkan Key tidak melihat Hye ri saat itu, ia sibuk dengan file lain di mejanya.

Entah mengapa hal itu membuat Hye ri tidak senang.

Hye ri berbalik dan berjalan perlahan, sementara hatinya terus meminta agar Key memanggilnya atau menahannya dan mengatakan sesuatu yang bisa membuat ia merasa lebih baik.

Hye ri mengulurkan tangannya, hendak memutar kenop pintu. Dan Key tidak memanggilnya seperti yang ia harapkan.

Hye ri memperlambat gerakannya, memberi kesempatan jika Key memang ingin memanggilnya.

Klek.

Hye ri telah memutar kenop pintu dan ia tidak mendengar suara Key.

Baiklah, mungkin ia perlu waktu sedikit lagi untuk menyusun kata-kata yang baik dan mengumpulkan keberanian untuk meminta maaf pada Key.

“Hye ri-ya.” Panggil Key tiba-tiba, membuat Hye ri dengan cepat berbalik untuk memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

Ne, sajangnim?” Hye ri menatap Key yang bahkan belum berpaling sedikitpun dari file di mejanya.

Hye ri berusaha bersikap wajar, menyembunyikan rasa senang nya meskipun ia tidak tahu apa yang akan dikatakan Key padanya.

Key menaruh kertas dari tangannya, kemudian menatap Hye ri yang masih berdiri di dekat pintu.

“Soal yang tempo hari itu…”

“Aku minta maaf, aku yang salah.” Belum sempat Key menyelesaikan kalimatnya, Hye ri segera memotong.

Key tecengang, ia tidak menyangka yeoja itu bisa minta maaf lebih dulu.

Sesaat mereka hanya saling memandang dengan pandangan tak terartikan.

Ani! Aku juga salah.” Ucap Key akhirnya.

“Baiklah, kita berdua salah.” Hye ri tersenyum, hatinya benar-benar lega saat itu.

Sebuah senyuman juga mengembang di wajah Key, namja berambut coklat terang itu beranjak dari kursinya.

“Jadi, kita melupakan kejadian tempo hari?” tanya Key.

Dan hanya dijawab oleh anggukan kecil oleh Hye ri.

Hye ri kembali berbalik dan hendak membuka pintu saat lagi-lagi suara Key menahannya.

“Mau berjalan-jalan ke toko buku yang menjual buku-buku lama bersamaku?”

Hye ri kembali berbalik, ia menautkan kedua alisnya, apa itu ajakan serupa dengan ajakan waktu itu?

“Kudengar banyak sekali novel-novel Agatha Christie dan Sir Arthur Conan Doyle yang sudah jarang ada di toko buku umumnya.” Lanjut Key lagi.

Baiklah, kini Key benar-benar telah dibutakan oleh cintanya.

Hye ri berpikir, haruskah ia menerima ajakan Key? Jika ia menolak, apa akan merusak suasana yang baru saja mereka benahi?

Tapi novel-novel itu… oh! Ya Tuhan! Apa yang harus dilakukan Hye ri? Andai saja Aeri ada di dekatnya.

Sure!” tanpa disadari, bibir Hye ri telah menyuarakan isi hatinya.

***

Key terpaksa berjalan ke rak di mana beberapa jenis buku psikologi tua di simpan. Ia berusaha menenggelamkan dirinya dalam buku-buku yang sama sekali tidak membuat hatinya tertarik.

Ia kembali mengamati Hye ri yang benar-benar tenggelam di rak yang berisi novel-novel seri detektif di seberang nya.

Diamatinya yeoja itu, matanya berbinar-binar setiap kali ia membaca sinopsis yang tertera di bagian belakang novel yang diambilnya.

Tak lama, yeoja itu menarik Key. Mengajaknya meninggalkan toko buku tua dengan satu tas jinjing yang Key yakin berisi novel-novel seri detektif.

“Kau suka?” tanya Key, ia menyodorkan cup kertas berisi minuman bersoda pada Hye ri yang tengah duduk di kursi taman.

Hye ri hanya bergumam pelan, ia meraih cup yang baru saja disodorkan Key padanya dan menyedot isinya cepat.

“Aku tidak menyangka kau menyukai hal-hal seperti itu.” Key berusaha memulai percakapan.

“Eh?”

“Maksudku, seri-seri detektif seperti yang ada dalam tas itu.” Key menunjuk tas jinjing plastik yang ditarus Hye ri di sampingnya.

“Cerita yang penuh misteri, pembunuhan dan…yeah! Sejenisnya.” Key menatap Hye ri yang kini tengah menutupi mulut dengan kelima jari lentiknya.

“Menurutmu aku aneh?” Hye ri memalingkan wajahnya sekilas kemudian kembali menatap Key yang duduk di sampingnya.

“Kau bukan orang pertama yang mengatakannya sajangnim. Entahlah! Aku juga tidak mengerti, misteri-misteri itu, pembunuhan… semuanya membuat otakku bersemangat untuk memikirkan siapa pelaku dari pembunuhan itu.” Terang Hye ri, ia kembali menyedot soda nya.

“Kurasa kau akan sangat cocok berbicara banyak dengan Jinki.” Key terkekeh.

“Jinki?”

“Oh! dia sahabatku, kau tidak mengenalnya? Ani! Maksudku kau tidak pernah melihatnya di kantor?”  Key segera menyadari betapa bodoh dirinya dengan menyebut-nyebut nama Jinki.

Bagaimana jika Hye ri ternyata tertarik untuk bertemu dengan Jinki dan malah Jinki lah nantinya yang akan disukai Hye ri. Bodoh!

Hye ri hendak membuka mulutnya saat dengan cepat Key mendahuluinya “Dia hebat! Terkadang sering membuat anlisa seperti detektif. Yeah!” Key memaksakan senyum yang dibuat-buat, sementara pikirannya sibuk mencari topik pembicaraan lain.

“Ah! Geurae.” Hye ri mengangguk-angguk pelan.

Hye ri baru saja menarik tas plastik berisi seri detektif yang baru ia beli saat tetesan hujan membuatnya terkejut dan mengurungkan niatnya.

“Oh!” pekik Key, kepalanya mendongak menatap langit malam musim panas yang tiba-tiba berubah menjadi hujan.

Ditariknya tangan Hye ri menjauh dari bangku taman.

Key segera melepas jas hitamnya saat matanya tak kunjung menemukan tempat berteduh. Ia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, berusaha memayungi dirinya dan Hye ri dengan jas.

Hye ri sempat mendongakkan kepalanya saat tetesan hujan berhenti membasahi tubuhnya, ia tersenyum ke arah Key saat menyadari namja itu tengah memayunginya dengan jas.

Keduanya menepuk-nepuk pakaian mereka yang basah kuyup.

Hanya box telepon ini satu-satunya tempat berteduh terdekat yang mereka temukan sebelum hujan berubah menjadi lebih deras.

“Kurasa musim panas akan segera berakhir.” Ucap Key, ia mendongakkan kepalanya, menatap hujan yang turun semakin deras.

Beberapa menit berlalu, hujan masih belum reda juga.

Keduanya hanya diam. Tentu saja! apa yang bisa mereka lakukan dalam box sempit itu?

Keduanya hanya berdiam diri dan menjaga jarak sejauh yang mereka bisa.

Key masih memegangi jas nya yang basah kuyup, sementara Hye ri memeluk tubuhnya yang mulai menggigil.

Deg..deg..deg…

Jantung Key berdebar-debar, seketika atmosfir dalam box telepon terasa begitu aneh baginya.

Diliriknya lagi Hye ri, yeoja itu hanya diam memandangi hujan. Sementara bibirnya mulai membiru karena kedinginan.

Key bermaksud menelepon seseorang di rumahnya untuk menjemput mereka, minimal untuk membawa mereka ke tempat di mana Key memarkirkan mobilnya agar Hye ri tidak kedinginan lagi.

Namun niatnya itu segera ia urungkan, entah mengapa ia pikir ini adalah saat yang tepat untuk membicarakan sesuatu yang selama ini belum jelas di mata Key.

“Kau jadi lebih sering diam.” Key memulai pembicaraan.

“Eh?” Hye ri menolehkan wajahnya, lamunanya buyar.

“Memikirkan sesuatu?” tanya Key lagi.

Ani. Eopsseo.” Sergah Hye ri buru-buru, tentu saja ia tidak akan mengatakan pada Key bahwa kini ingatannya sedang melayang bersama Minho.

Melayang pada kenangan di mana ia dan Minho terjebak dalam box telepon saat hujan deras turun.

Minho yang saat itu datang untuk membawakan Hye ri payung, justru ikut-ikutan terjebak dalam box telepon karena hujan turun semakin deras.

Dan di sanalah ciuman pertama mereka terjadi.

Hye ri diam, sebenarnya hatinya sengsara karena suasana ini mengingatkannya pada salah satu kenangan termanisnya bersama Minho.

Hye ri ingin sekali memeluk namja di sampingnya, menciuminya sesuka hati dan mengatakan bahwa ia begitu merindukannya jika saja itu adalah Minho.

Are you okay?” tanya Key saat menyadari Hye ri melamun.

“Ah! Ne.” Hye ri tersenyum ke arah Key, menyembunyikan cairan hangat yang mulai menggenagi pelupuk matanya.

“Boleh aku bertanya?” Key mengumpulkan keberaniannya untuk menanyakan hal yang sudah lama ingin ia tanyakan pada Hye ri.

“Aku tidak bermaksud membahas ini lagi tapi… benarkah pacarmu tidak marah jika ia tahu kau selalu menghabiskan waktu bersamaku? Bahkan di luar jam kerja dan tidak untuk membahas pekerjaan?” Key menundukkan kepalanya sedikit agar bisa melihat wajah Hye ri.

Hye ri terperanjat, ia tidak menyangka Minho masih menjadi gangguan dalam pikiran Key.

Apa ia harus menceritakan soal Minho pada Key? Sekarang?

Hye ri tersenyum sambil memalingkan wajahnya sekilas “Lalu, bagaimana dengan Nicole?”

Akhirnya ia mendapatkan topik untuk mengalihkan pembicaraan.

Ia sudah tahu Nicole dan Key tidak benar-benar berkencan. Tentu saja! jika itu benar, pastilah sudah banyak orang kantor yang memperingatkannya karena terlalu sering pergi bersama Key.

“Eh?”

“Oh! jangan katakan kalian tidak berkencan.” Dengus Hye ri, ia kembali tersenyum.

“Nicole mengatakan itu?” Key terkekeh.

Hye ri masih memandang Key dengan senyuman yang seolah mengatakan kau-akan-menyangkalnya?

“Nicole selalu memberitahuku untuk menjaga jarak denganmu karena kalian sedang berkencan. Kau tahu? Ia mengatakan itu setiap kali kami bertemu.” Hye ri berdecak kesal, ia memutar bola matanya seolah Nicole ada di sana dan tengah mengatakan hal serupa yang selalu ia dengar.

Key terkejut dengan mulut setengah terbuka, ia tahu hubungannya dengan Nicole sangat baik dan dekat.

Tapi di luar itu semua, ia hanya sekretaris Key yang selalu mengatur dan mengingatkan jadwal-jadwal Key.

Kini Key mengangguk-anggukkan kepalanya mengingat saat Nicole memintanya mengantar pulang. Dan pada akhirnya, Jinki lah yang Key mintai tolong untuk mengantar Nicole.

“Bagaimana menurutmu?” tanya Key, ia ingin tahu apa yang dipikirkan Hye ri tentang nya dan Nicole. Apa itu membuat Hye ri tidak senang juga? Sama seperti namja dalam foto yang membuat Key tidak senang.

“Hmm… molla. Tapi kurasa kalian tidak berkencan. Kau tidak pernah mencemaskan Nicole , kau tidak pernah menyelipkan namanya dalam perbincangan bersamaku. Kau juga tidak pernah membatalkan janji denganku secara mendadak hanya karena Nicole. Yeah… kurasa kalian tidak seperti yang Nicole katakan.” Jelas Hye ri panjang lebar, dan membuat Key menundukkan kepalanya sesaat-menyembunyikan senyum.

“Sejujurnya ini sangat menggangguku Min Hye ri.” Key merengsek mendekati Hye ri, membuat keduanya berdiri berhadapan dalam box telepon yang sempit.

Hye ri diam, ia hanya memandangi Key. Pikirannya berusaha keras memutuskan apa yang harus ia ceritakan pada Key.

“Aku tidak tahu jika posisiku saat ini berada di tengah-tengah kau dan pacarmu, tapi sejujurnya aku…” Key menggantungkan kalimatnya, ia mendesah ringan. Berusaha menghilangkan ganjalan yang tiba-tiba membuat dadanya sesak.

“… entah mengapa aku tidak suka jika hubunganmu dan dia masih baik-baik saja. Jadi, tolong katakan padaku apakah kau dan dia…” belum sempat Key menyelesaikan kalimatnya saat Hye ri memekik.

“Oh!” Hye ri mendongakkan kepalanya, kedua tangannya berusaha menutupi tetesan air yang jatuh dari atap box telepon.

Mata Key ikut-ikutan melihat tetesan air yang jatuh dari atap box telepon.

Ia tersenyum hambar, sementara hatinya mengumpat. Bagaimana bisa tetesan air itu mengganggu  apa yang akan ia utarakan pada Hye ri? Aish!

Hye ri merengsek mendekati Key, menghindari tetesan air yang terus terjun bebas membasahinya. Kakinya berusaha bergerak seapik mungkin agar heels 7 senti nya tidak menginjak kaki Key.

Key kembali mengangkat kedua tangannya, memayungi mereka dengan jas hitamnya. Hye ri memegang ujung jas di sisi kanannya.

Mianhae, tadi apa yang kau katakan?” Hye ri mendongakkan kepalanya agar ia bisa melihat wajah Key.

Deg!

Jantung Hye ri berdebar-debar saat matanya bertemu dengan mata Key, ia baru menyadari bahwa jaraknya sangat dekat dengan Key.

Sesaat keduanya hanya saling berpandangan.

“Aku…” Key merasa fokusnya terganggu dengan bibir Hye ri yang begitu dekat dengannya.

“Aku hanya ingin memastikan bahwa aku tidak mengganggu kalian berdua, hemm?” akhirnya Key menyelesaikan kalimatnya.

Hye ri tersenyum hambar, ia sama sekali belum memutuskan apa yang harus ia katakan pada Key.

“Kau tidak perlu mencemaskan hal itu Key, everything is okay.”

Lagi, Hye ri memberikan penjelasan yang sama sekali tidak memberi kejelasan bagi Key.  Kalimat itu justru semakin menguatkan Key bahwa Hye ri mengijinkannya masuk di antara ia dan pacarnya.

“Jika begitu beritahu aku…” hati Key masih sedikit kesal karena Hye ri masih saja mempermainkannya setelah ia jelas-jelas mengatakan garis besar isi hatinya.

Apakah yeoja itu masih belum mengerti juga bahwa Key menyukainya dan ingin menjadikan Hye ri miliknya? Bukan milik namja yang ada di foto itu?

Key menggantungkan kalimatnya, pikirannya semakin tidak fokus karena Hye ri yang terus-terusan menatapnya.

Key merengsek mendekati wajah Hye ri, hatinya takut jika tiba-tiba Hye ri menghindarinya atau menolaknya dengan cara yang tidak menyenangkan seperti yang lalu-lalu.

Key terus mendekatkan wajahnya ke wajah Hye ri saat yeoja itu sama sekali tidak melakukan perlawanan atau mengatakan sesuatu yang bisa menghentikan aksi Key.

Hye ri justru terlihat menunggu, menunggu Key melakukan apa yang ingin dilakukannya. Hye ri terlihat pasrah dalam lamunannya.

“… apa aku masih punya kesempatan untuk menggantikan namja itu di hatimu?” lanjut Key, ia tidak menunggu Hye ri menjawab pertanyaannya karena ia justru semakin sibuk menjaga fokusnya pada bibir Hye ri.

Hye ri hanya diam, ia tidak berusaha menjawab pertanyaan Key. Matanya mengikuti bibir Key yang semakin mendekat ke arahnya.

Hye ri hanya diam saat bibir Key menyentuh bibirnya, memberikan rasa hangat pada bibirnya yang kedinginan.

Ia memejamkan kedua matanya, menerima ciuman Key begitu saja. Sementara dalam hatinya ia tidak berhenti mengucapkan satu nama – Choi Minho.

***

Jinki masih sibuk memainkan mesin pembuat kopi instan di dapur Key, sementara Key berbicara tanpa henti.

“Bagaimana menurutmu?” tanya Key, ia berhenti membuat minuman yang baru-baru ini ia ketahui bernama Virgin Pina Colada.

Jinki menaruh cup kertas pada mesin itu, kemudian menekan salah satu tombolnya.

“Wah!!” seru Jinki kagum saat kopi dengan aroma latte mengucur memenuhi cup kertas.

“Kau benar-benar yakin untuk berada di antara mereka, Key?” mata Jinki sama sekali tak beralih dari kucuran latte yang memenuhi cup nya.

Key diam, ia masih sangat bimbang dengan perasaannya sendiri. Benarkah ia akan benar-benar ada di antara dua sejoli yang sudah lama bersama? Kemudian merebut si yeoja dari namja yang bahkan lebih dulu mencintai yeoja itu?

“Menurutmu dia juga menyukaiku?” Key malah balik bertanya.

Dengan hati-hati Jinki menarik cup yang telah penuh terisi latte, kemudian menaruh cup panas itu ke samping mesin pembuat kopi instan.

“Menurutmu sendiri?” Jinki menatap Key, dan malah balik bertanya.

I’m not really sure Jinki-ya, kurasa ia dilema.” Wajah Key memberengut, ia kembali pada Virgin Pina Colada nya yang sudah hampir selesai.

“Oh! punyaku sudah kau beri rum kan?” sela Jinki saat Key menuangkan nanas kalengan ke dalam blender dan hanya dijawab oleh anggukan kecil dari Key.

“Dilema?”

“Kurasa ia tidak bisa menolakku dan tidak bisa juga melepas pacarnya itu.”

“Hei! Maksudmu dia berniat menjadikanmu selingkuhannya?” cibir Jinki, ia memandangi minuman yang tengah diblender.

Key berdecak kesal, ia mengalihkan matanya dari cairan berwarna kuning pucat yang berputar-putar dalam blender.

“Kurasa selama ini aku memang berada di posisi itu Jinki-ya.” Segurat kekecewaan terlihat di wajah Key.

Jinki hanya diam, ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Tentu saja ia tahu Hye ri tidak sedang menjadikan Key sebagai selingkuhan, tapi Jinki tidak akan memberitahu Key semudah itu tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Jinki meneguk ringan Virgin Pina Colada yang disodorkan Key dalam goblet. Rasa dingin dan segar segera menyeruak ke dalam kerongkongannya yang kering.

“Kurasa yang menjadi masalahmu bukan namja itu, Key.” Ucap Jinki tiba-tiba, membuat Key menurunkan goblet yang nyaris menyentuh ujung bibirnya.

Key hanya mengernyitkan dahi, mengira-ngira apa yang sedang dipikirkan Jinki. Ia tahu sahabatnya itu mengetahui hal yang tidak ia tahu.

Jinki mengalihkan pandangannya dari gradasi warna kuning-putih dalam gobletnya kemudian menatap Key.

Namja itu sama sekali bukan masalah. Masalah yang sebenarnya adalah Min Hye ri, dialah yang harus kau pikirkan.” Jinki kembali meneguk Virgin Pina Colada nya, bersikap acuh tak acuh dengan ucapannya barusan.

Key masih berpikir keras, mencerna apa yang diucapkan Jinki barusan.

“Key, kau tidak lupa memasukkan rum dalam goblet ku kan?” Jinki mengangkat goblet nya seraya memandang Key. Mulutnya berkomat-kamit, merasakan sesuatu yang rasanya tidak ada dalam minumannya.

=TBC=

9 thoughts on “Archangel – part 7

  1. eergghh..
    gregetan ama Jinki & Hyeri, trutama Jinki, tdinya aku pikir dia bklan lgsung crta ke Key yg sbnarnya, tp trnyata ngga. Waeyo Jinki-ya?? *Jinki: tanya author * author: serah gue kan gue yg punya crita *me: -_- #abaikan

    Hyeri kyaknya mlai suka ama Key, dia cm blm bs ngerelain minho aja ckckk

  2. Virgin Pina Colada Itu apa sih? Haha enak ga sih 😀
    Jinkiiii serius suka bgt sama Jinkiiiii :*
    Ayolah Key Hyeri kalian tuh saling suka sebenarnya hahaha
    Kaa eunchaa bagus tulisanyaaaa

      • Oohhh…aku kira tuh semacam coffee kyak cappucino gitu hahahaha
        Aneh ya pake santen?! boleh tuh dicobain keke

      • Terdengar aneh memang. tapi cobain deh, enak ko 🙂
        Pakenya santen bubuk yang diseduh. Kalo ga salah aku pernah bikin post resep virgin pina colada di blog ini. Kalo minat, bisa di-search 😉

Leave a reply to hyunri Cancel reply